Pagi mulai cerah, udara Jakarta kembali sesak oleh asap asap bajaj dan angkot. Dan Aku di sini, duduk menunggu ular besi menghampiriku di stasiun Senen. Sambil kupandangi seseorang di hadapanku. Seseorang yang rasanya tak asing lagi, namun juga Aku tak tahu siapa namanya. “Ah mungkin hanya perasaanku saja “ gumamku dalam hati. Sweater merah dengan celana jeans yang tidak bisa dibilang ketat tapi juga tak bisa dibilang longgar. Rambutnya terurai sampai ke bahu, bahkan lebih. Menikmati secuil roti di pagi hari sambil asyik BBMan ria. “Hm... Kenapa aku jadi memperhatikan dia ya?” tanyaku pada diriku sendiri. “Ah bodo’, mending aku main game, Zombie, I’m coming....”.
“Ayo bertanding main Zombie...” sahut temanku dari belakang. “Eh chuy, ada cewek cantik” lanjutnya.
“Mana?”
“Tu yang pake sweater merah. Gile bro... Tu orang ato malaikat, asolole....”
“Ah biasa aja, dari tadi juga aku udah liat”
“Masa?”
“Iya”
“Eh tau ga dia datang ma siapa?”
“Mana aku tahu, aku bukan bapaknya”
“Kenalan yuk”
“Heleh... Omdo.. Mana berani U..”
“He he he…” Dan kami pun sejenak melupakan gadis itu, asyik mempertahankan hidup dari serangan Zombie yang datang berturut turut.
Tak terasa waktu telah semakin siang, dan kami pun mulai lelah bertarung dengan pemakan otak yang tak kenal ampun. Ular besi datang menghampiri, gerbong 1 no 10A dan 10B.
“Tumben keretanya sepi, biasanya padat”
“Iya, eh liat, itu kan gadis yang duduk di seberang kursi kita tadi.”
“Iya, nah sekarang berani kenalan ga? Mumpung masih di kereta, tar kalo udah turun nyesel lagi. Jadi hantu penasaran loe…”
“Ah loe aja, lagi males nieh”
“Heleh, bilang ja ga berani..”
“Coba… U berani ga?”
“Oke…”
Kursi 6A, Gerbong no 1. Sweater merah, celana jeans. Tas hitam merk Polo, rambut terurai ke bahu dengan jam tangan keemasan. Kulit wajahnya putih bersih. Fiuh… Cantik sekali gadis ini.
“Permisi… boleh duduk di sini” sapaku sambil menunjuk tempat duduk di sebelahnya.
“Yup silakan” jawabnya singkat –sambil cuek sebenarnya-.
Akupun duduk di sebelahnya, kemudian ku buka HP Sony Ericsson jadul yang tidak ada pesan ataupun panggilan. Kusibukkan diri dengan ber Facebookan ria, berusaha mengimbangi cueknya dia. “Pop mie.. Kopi… Susu jahenya mas, yang ngopi yang ngopi” tawar seorang pedagang sambil lalu di samping “tempat dudukku” yang baru. Aha…. Muncul ide iseng dalam otakku. Ku pesan satu Pop Mie rasa baso sapi. Setelah beberapa menit berlalu, -sambil sebenarnya males- kusantap Pop Mie di tanganku.
“Makan mbak..”
“Ya makasih”
Dilepasnya sweater merah, sambil mengipas-ngipas tubuhnya dengan tangan yang mungkin tak banyak efeknya. Kereta bisnis memang terasa panas saat sedang berhenti.
“Panas banget yach..”celetuknya tanpa kusadari
“Ehm… iya beginilah kereta bisnis kalo sedang berhenti” jawabku sambil menelan Pop mie. “Emang turun di mana mbak?”
“Turun di Kutoarjo, mas turun di mana? Jogja?”
“He eh” ku buang bungkus Pop mie keluar jendela kereta kemudian ku minum Aqua dari botol yang sudah ku bawa.
“Liburan ato pulang kampung?”
“Liburan, ke tempet nenek aja. Pengen lari dari bisingnya Jakarta”
“Emang dikejar kejar ya?”
“Iya, sampai terbawa mimpi malah” jawabnya sambil tersenyum. Ah.. manis sekali senyumnya.
Sembari kereta terus berjalan, kamipun mulai saling bercerita dan bercanda. Karena aku juga sudah lama tinggal di Jakarta, tidak sulit untuk membuat pembicaraan nyambung. Dan kamipun semakin akrab. Tak tahu sudah berapa jam kami ngobrol dan bercanda tanpa henti.
Aku berdiri, lantas berpura-pura memutar badan, meregangkan punggung. Ku lihat temanku hanya tersenyum-senyum melihat aksiku. Diacungkannya jempol tangan kanannya sambil berkata “Boleh juga loe”
Yuli, Yuliana Indahsari itulah namanya. Bintangnya Leo sama denganku. Dia juga cerdas, setidaknya lebih cerdas dari aku –emang aku cerdas?, gaje iya-. Cukup tinggi, 163 cm dengan berat badan 50 kg. ideal memang. S1 Universitas Indonesia tahun lalu lulusnya, tinggal di Kramat Kwitang bersama ayah ibunya sejak kelas 5 SD. Sebelumnya diasuh neneknya di Kutoarjo.
“Eh Zi, kok aku ngrasa pernah ketemu U ya sebelumnya”
“Eh Zi, kok aku ngrasa pernah ketemu U ya sebelumnya”
“Di mana? Di rutan? Apa di kebun binatang”
“Ha ha ha, serius tau. Kayaknya udah kenal lama gitu. Udah familiar banget rasanya ngobrol sama U”
Aha… tinkkkkk. “ Masa? Mana ada ketemu aku sebelumnya. Aku aja baru kali ini ketemu sama gadis secantik U”
“Deni Cagur banget…. Gombal”
“Ha ha ha. Kan lagi nge-trend”
“Eh serius tau. Kayak udah kenal lama…..banget”
“Ya mugkin sekedar cocok aja”
Pembicaraan terus berlanjut, tak terhitung topic yang kami bicarakan. Hobi, masa lalu, rencana ke depan, film, bahkan politik. Hampir hampir kami menjadi politikus jika saja kereta tidak melambat. Tak terasa ternyata stasiun Kutoarjo sudah di depan mata.
“Cepet banget, ga terasa ya?” Tanya Yuli retorik
“Ehem”
Bergegas ia mengambil tas hitamnya sambil menuju pintu keluar yang tidak banyak orang antre karena memang kereta tidak penuh.
“Gimana kalau 1 tahun lagi kita ketemu di kereta ini”
“Ha ha ha, FTV banget” jawabku sambil tertawa
“Serius, kan kalau jodoh pasti ketemu lagi. Ya kan?”
“Ha ha ha. It’s real world girl. But thanks for the conversation, I enjoyed it much”
“Me too. See U 1 year later” sahutnya sambil keluar dari kereta dan melambaikan tangan
Wow, masih saja aku terpana dengan kecantikannya. Yuliana Indahsari, 10 Maret 2012. Sebuah perkenalan yang menyenangkan mengisi perjalanan pulang melepas kepenatan setelah BMC.