-->

Cari tulisan / Find an article

Thursday 31 March 2011

Lessons from failure / pelajaran dari kegagalan

Some time ago, my friend sent me an SMS and asking bout me. I told him that I had good news. My friend asked me "What good news?".

"Yesterday, 2 of my deals failed. Settled "

"Good news?. How could it be? "

Yes, it's different what my friend was thinking with what's in my head. Obviously very different. My friend thought that my failure is bad news. While I think it's good news. Maybe it's weird. But obviously it's good news. At least that failure teach me many things. Shown me a lot of mistakes I have done in building the business. Yes, indeed I also feel it. The failure was very bitter. Even painful. But clearly,  I feel the benefits of failure. I was reminded about words from a trainer when I follow the seminar. "The first ladder of success is failure, if you want to succeed, do not be afraid to fail." Similar to words I read in a book of motivation. Alpha Eddison made 100 failures and only 1 success! Imagine, the comparison is very painful if we use our feeling. But Alpha Eddison did not give up. If only he gave up in his efforts,  45th failure for example, may be currently the world's still dark with no light from the lamp at night. So it's very stupid if I gave up in the 2nd failure deal. Instead of my failures I tried to take lessons as much as possible. If my friend thought it's bad news, he was right. And I just smile when read his SMS as reaction from him. Hehehe. Of course, my friend didn't  do what I do. And don't think what I think. Our thinking is different, our actions are also different. And I don't blame him, because he was right (according to the condition was), but I also feel it is true that my failure was good news (according to my situation). Yes it is, different outlook.



Another story with my friends who are doing similar business with me. He had failed, much worse than me. Not only failed in the transaction, but also suffer substantial material harm towards  his failure. 300 units of commodities was rejected . Because of specification units. Wow ... .. 17 000 times 300. The loss on commodity Rp. 5.1 million. Not including postage and labor. Not including the added loss of good name and the time wasted towards his rejection. Ckckck. Yet on the other hand, at the same time he also suffered a loss of his investment that didn't work. Wow, a very valuable lesson.


So, at least I learned 4 things from the our failures.


1. In running a business, we must have a high consistency.

Clearly, from my experience that I wrote some time ago, consistency is needed in every corner of the business. Even the slightest thing, I (we) should be consistent. Timing, placement, specifications, quantities, and against other things, I should be more consistent


2. Understanding the situation and conditions and business associates.

The situation could change at any time either because of internal and external factors. Just like a war. Lack of understanding the battlefield will give a bad result. As my experience, because I  was careless in calculating the cost of delivery, there was a increasing price that quite burdensome. Though the basic price is appropriate. But because I don't understand combat field, I rely on delivery services that cost is quite burdensome for buyers. And from this case, I began trying to find alternative delivery methods that effective and cheap. It's different with my friend, because of lack of co-workers understanding the character, he suffer  losses from investment that are not rotating. I must be careful in looking for business partners.


3. Studying the flow of distribution.

Yes, I've seen the players in this business just that men again and again. Even a person often plays doubles. In one time he becomes buyer, and also seller. And I hope to get final buyers. So that I can get pretty good prices. From that day I learned how to understand the flow of business distribution.


4. Learning to be patient.

Nothing is instant. That's the basic principle of successful entrepreneurs. Before plunging into the business world, I think can make a big deal and sustained in a single shot.. Apparently not. It's need to be patient to make a good deal. It takes patience to build good image. It takes patience in dealing with the fussy consumers. And it took patience to accept failure.


I am grateful to have been given for this failure. Because I learned many things. And I will improve myself to greet the next deal. Yes ... .. I'm sure I could make a better deal than it is today.

Wednesday 30 March 2011

Pelajaran dari kegagalan

Beberapa waktu yang lalu, temanku sms aq dan menanyakan kabarku. Aq bilang kalau aq punya kabar baik. Temanku bertanya kepadaku “ Kabar baik apa?”.
“Kemarin, 2 transaksiku gagal. Mantap”
“ Seperti itu kok kabar baik, aneh. Baik darimana?”
Ya, memang berbeda apa yang dipikirkan temanku dengan apa yang ada di kepalaku. Jelas sangat berbeda. Temanku menganggap bahwa kegagalanku adalah kabar buruk. Sedangkan aku menganggap itu kabar baik. Mungkin aneh. Tapi jelas itu kabar baik. Setidaknya kegagalan itu mngajariku banyak hal. Menunjukkanku banyak kesalahan yang telah aku lakukan dalam membangun usaha. Ya, memang aku juga merasakannya. Kegagalan itu sangat pahit. Bahkan menyakitkan. Tapi jelas, bahwa saat ini aku merasakan manfaat dari kegagalan itu. Aku jadi teringat tentang kata2 dari seorang trainer waktu aku mengikuti seminarnya. “ Tangga pertama dari kesuksesan adalah kegagalan, kalo Anda ingin sukses, jangan takut untuk gagal”. Mirip dengan yang aku baca di sebuah buku motivasi. Alpha Eddison membuat 100 kegagalan dan hanya 1 kesuksesan! Bayangkan, perbandingan yang sangat menyakitkan jika kita menggunakan perasaan. Tetapi Alpha Eddison tidak menyerah. Jika saja beliau menyerah dalam usahanya, katakan kegagalan ke 45 misalnya, mungkin saat ini dunia masih gelap gulita tanpa cahaya dari lampu di malam hari. Jadi sangat bodoh jika aku menyerah dalam kegagalan transaksiku yang ke2. Justru dari kegagaln itulah aku berusaha mengambil pelajaran sebanyak mungkin. Jika temanku yang menganggap hal itu adalah kabar buruk, wajar. Dan aku hanya tersenyum membaca reaksi sms darinya. Hehehe. Tentu saja, temanku tidak melakukan apa yang aku lakukan. Dan tidak memikirkan apa yang aku pikirkan. Pemikiran kami berbeda, tindakan kami juga berbeda. Dan aku tidak menyalahkannya, karena ia memang benar (menurut keadaanya), tapi aku juga merasa benar bahwa kegaganku itu kabar baik (menurut keadaanku). Ya begitulah, beda cara pandang.

Lain lagi dengan temanku yang melakukan bisnis yang mirip denganku. Dia sudah gagal, jauh lebih parah dari aku. Bukan hanya gagal dalam bertransaksi, tapi juga menenggung kerugian materi yagn cukup besar atas kegagalannya. 300 unit komoditi yang ditawarkan ditolak semua. Karena masalah spesifikasi unit. Wow….. 17.000 kali 300. Kerugian atas komoditinya Rp. 5.100.000. Belum termasuk ongkos kirim dan tenaga kerja. Belum lagi ditambah kerugian nama baik dan waktu yagn terbuang. Ckckck. Padahal di lain pihak, pada saat yang bersamaan dia juga mengalami kerugian atas modal yang tidak berputar. Wow, pelajaran yang sangat berharga.

So, setidaknya aku belajar 4 hal dari kegagalan kami berdua.

1. Dalam menjalankan usaha, kita harus memiliki konsistensi yang tinggi.
Jelas, dari pengalamanku yang aku tulis beberapa waktu lalu, konsistensi sangat diperlukan dalam setiap sudut bisnis. Bahkan dalam hal sekecil apapun, aku (kita ) harus konsisten. Waktu, tempat, spesifikasi, jumlah, dan terhadap hal hal lain aku harus lebih konsisten

2. Memahami situasi dan kondisi serta rekan bisnis.
Keadaan bisa berubah kapan saja baik karena faktor internal maupun eksternal.  Kekurang-telitian dalam memahami medan tempur bisa berakibat melesetnya target. Seperti yang aku alami, karena aku kurang teliti dalam menghitung biaya pengantaran terjadilah kenaikan harga yang cukup memberatkan. Padahal harga dasarnya sudah sesuai. Tetapi karena aku kurang paham medan tempurnya, aku mengandalkan jasa pengiriman yang biayanya ternyata cukup memberatkan ‘pembeli. Dan dari kejadian itu, akku mulai berusaha mencari alternatif atas metode pengiriman yang efektif dan murah. Berbeda lagi dengan temanku, karena kurang mengerti karakter rekan kerja, dia jadi menderirta kerugian atas mpdal yang tidak berputar. Aku harus berhati hati dalam mencari rekan bisnis.

3. Mempelajari aliran disribusi.
Ya, selama ini aku lihat pemain dalam bisnis ini hanya itu2 saja. Bahkan sering seseorang berperan ganda. Saat ini menjadi pembeli, saat ini juga manjadi penjual. Padahal aku berharap dapat memperoleh pembeli akhir. Sehingga harga yang didapat cukup bagus. Dari sinilah aku belajar bagaimana memahami aliran distribusi bisnis.

4. Belajar bersabar.
Tidak ada yang instan. Itulah prinsip dasar usahawan sukses. Dulu sebelu terjun ke dunia usaha, aku berpikir bisa membuat deal besar dan berkelanjutan dalam sekali tembak. Ternyata tidak. Butuh kessabaran untuk membuat deal yang bagus. Butuh kesabaran untuk membengun image yang baik. Butuh kesabaran dalam menghadapi konsumen yang rewel. Dan butuh kesabaran dalam menerima kegagalan.

Aku bersyukur telah diberikan kegagalan ini. Karena aku belajar banyak hal. Dan aku akan memperbaiki diri untuk menyambut deal berikutnya. Ya….. Aku yakin bisa membuat deal yang lebih baik dari saat ini.

Tuesday 22 March 2011

Belajar menjadi baik

Alhamdulillah, apa yang selama ini aku lakukan banyak membawa hasil yang bermanfaat untukku meskipun bukan uang. Ya, lagi lagi aku mendapat pelajaran yang sangat berharga dari seorang asing yang menghubungiku lewat sms. Sifat rendah hati. Aku sudah tahu hal ini sejak lama, tapi dalam dunia professional aku baru menyadarinya sekarang. Menakjubkan, mungkin itulah satu-satunya kata yang dapat mengungkapkaan sifat rendah hati dalam profesionalisme. Mereka yang telah mendapat banyak dan lebih banyak kesuksesan justru lebih suka merendahkan hati mereka daripada aku yang baru memulai sebuah usaha. Memalukan. Ya, bagaimana tidak. Seorang kampiun dalam bidaang yang sedang aku geluti, dengan sangat sadar menawarkan dengan konteks meminta kerjasama. Bukankah konteks meminta kerjasama berarti beliau menghargai aku??? Sebelum aku tahu siapa beliau, aku sedikit tinggi dalam penawaran. Merasa dihargai membuatku menaikkan nilai tawar. Tetapi… huh… aku malu pada diriku sendiri setelah mengetahui siapa lawan bicaraku. Seorang senior. Kampiun dengan omset yang jauh diatasku!!!! Bagai langit dan bumi. Hal ini kembali mengingatkaku tentang kejadian yang mirip yang dialami temanku.
Beberapa waktu lalau temanku (sebut saja Fulan, untuk menjag rahasia perusahaan) kembali menggeliatkan usahanya. Menawarkan sebuah bentuk kerjasama untuk usahamya. Kemudian seseorang menghubungi Fulan dan menyatakan minatnya untuk bekerjasama. Fulan dengan penuh antusias menanggapi dan berjanji akan melakukan tindak lanjut. Sorenya, beliau kembali menghubingi Fulan untuk melakukan pembicaraan yang lebih intensif,
“Saya tertarik dengan penawaran kerjasama ini, kapan pak saya boleh sowan ke tempat bapak?” (beliau menggunakan kata sowan untuk merendah)
“Saat ini saya sedang sibuk, paling cepat minggu depan.”
“O ya pak, matur nuwun atas kelonggaran waktunya” (konteks yang meninggikan fulan)

Singkat cerita, telusur punya telusur. Usut punya usut, orang ini bukan sembarang orang. Bahkan Fulan ketika bercerita kepadaku berkata, “Malu aku, berlagak tinggi tapi ternyata tidak ada apa2nya”. Bagaimana fulan tidak malu, ternyata orang yang menghubungi Fulan adalah investor besar. Seorang yang sangat berpengalaman dalam bidang investasi dan pengmbangan bisnis. Pada akhirnya, beliau juga yang mengajari Fulan membuat kontrak bisnis yang baik, membuat proyeksi usaha yang benar sesuai analisa lapangan, membuat rencana perputaran modal dan juga yang memberikan modal kepada Fulan. Tidak tangggung tangggung, 180 juta rupiah cair hanya dalam waktu semalam. Luar biasa… tapi sayang, aku kurang tanggap. Aku mengulangi kesalahan yang sama dengan yang dilakukan Fulan. Padahal aku sudah mengetahui kisahnya sebelum terjadi padaku. Malu yang tak terkira. Itulah perasaanku. Dan aku kembali belajar hari ini. Belajar untuk menjadi rendah hati. Belajar untuk menjadi orang yang kuat tanpa harus menunjukkan kekuatannya. Belajar seperti mereka, menjadi kaya tanpa harus menunjukkan kemewahannya. Belajar untuk menjadi pribadi yang memiliki kekuatan tanpa harus memamerkannya. Ya, mudah mudhan aku bisa menjadi seperti itu. Amin.

Monday 21 March 2011

Pelajaran 2 sms

Sehari tadi terasa sangat panas. Bisa dikatakan paling panas dalam seminggu ini. Dan wow, tentu saja rutinitas selalu menemani. bekerja, itulah rutinitas harianku. O iya, selama ini aku bekerja di salah satu anak perusahaan Astra. Perakitan sepeda motor. Dan aku di bagian PPC. Bagian yang tidak banyak memerlukan pikiran. Sayang sekali. Tapi tidak masalah, justru itu yang membuat aku memiliki banyak waktu untuk memikirakn hal lain. Mencoba berbisnis. Okey, hari yang panas telah berlalu dan aku sudah selesai dengan menulis laporanku. Hm... Santai sejenak.. Tiba tiba hapeku berbunyi.. Sms diterima.. Dan ternyata isinya adalah konfirmasi tentang komoditi yang aku jual. Well... Entah kenapa aku tidak begitu bersemangat seperti biasanya menanggapi sms berbau bisnis. Padahal biasanya aku sangat antusisias kalau mendapat sms bisnis. Okey, aku jawab seperlunya. Kemudian beliau menjawab dengan pertanyaan yang justru membuat jantungku berdebar. Wow, jelas terlihat bahwa aku melakukan kesalahan. Aku telah melakukan tindakan yang berakibat fatal. Dan aku bisa merasakannya. Perasaan yang sangat tidak nyaman. Perasaan kecewa. Perasaan gagal. Perasaan bersalah. Ya, dan aku memang salah. Ini adalah koreksi terbesar yang pernah aku terima dalam menjalankan bisnis. Sebuah koreksi yang luar biasa yang hanya ditulis dalam beberapa kalimat. Dalam 2 sms. wow.... Luar biasa... Mantap. Pukulan telak telah aku terima. Gubrak.... Semangatku terjatuh. Nyaliku menciut.. Bergidig jika aku mengingatnya. Koreksi tajam yang sangat mematikan. Atau sangat menghidupkan?????? Dan aku belajar 1 hal yang sangat penting hari ini. Tentang sebuah konsistensi yang harus kita pegang. Konsistensi terhadap hal hal kecil yang jika diabaikan akan berakibat fatal. ya. Dan aku bersyukur telah diingatkan. Telah dijatuhkan. Telah dipukul. Telah dicekoki jamu pahit dalam 2 sms. Mantap.... Hal yang takkan pernah aku lupakan. Walau mungkin hubungan bisnis kami tidak berlanjut tapi aku tetap berterimakasih atas 2 sms yang mematikan.

Saturday 19 March 2011

Sekedar berbagi

Well, beberapa hari yang lalu aq mencoba melakukan bisnis, namun belum terjadi deal.. dan ternyata membuat deal tidak semudah yang aq bayangkan. tapi aq yakin, juga tidak sesulit yang aq takutkan. apalagi membuat deal yang bagus.. aq juga sempat sedikit kecewa dengan beberapa kejadian belakangan ini. kejadian yang tidak perlu ditulis tentunya. mungkin aq kurang bersabar. mungkin juga aq kurang memiliki ilmunya. tapi aq melihat ada sisi positif dibalik kegagalanq ini. aq jadi lebih mengerti seluk beluk bidang yang aq geluti. aq juga mulai paham, bagaimana menelusuri jalur bisnis. dan itu membuatku berhati hati dan tidak terjebak ke dalam putaran distribusi yang salah. mencari pelanggan akhir sesungguhnya ternyata tidak mudah. hampir semua yang aq temui hayalah perantara, tanpa kepastian order. aq masih bertanya tanya, di mana pelanggan akhir yang sesungguhnya????? di forum mana? atau di situs mana? tempat mana? dan bagaimana aq bisa bertemu atau setidaknya melakukan kontak dengan mereka? semakin aq tahu, semakin banyak pertanyaan yang bergemuruh di kepaalku. semakin banyak analaisa yang harus aq lakukan. sempat juga aq merasakan pusing memikirkan hal itu. aq masih berusaha untuk menerimanya, tidak menyerah dan menganggap ini sebagai bahan pembelajaran. tapi kadang sulit juga menerima kegagalan. tapi aq memantapkan diriku untuk tidak jenuh. untuk tidak menyerah. semoga Allah memberikan yang terbaik untukku. amin.

Friday 11 March 2011

Syukurku

Alhamdulillah..... Tak ingin berhenti aku bersyukur kepada Allah, Dzat yang Maha Agung. Yang telah menganugerahkanku sebuah keluarga yang sangat bahagia. Kedua orang tua yagn menyayangi anaknya, menghormati kakek dan nenek, terus menjalin silaturahmi denga sanak saudara. Mereka telah mengajari aku dan saudara saudaraku banyak kebaikan. Mengajarkan kejujuran, memberikan ketenangan. Mereka juga yang mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak diukur dengan jumlah harta, karena bahagia itu dari dalam. sebanyak apapun uang, harta, kekayaan jika hatinya tetap tidak bisa tenang, ia tak kan bahagia. Dan kami telah membuktikanya. Sungguh, kebahagiaan lebih bagaimana kita menyikapi sesuatu daripad sekedar mendapatkan sesuatu. Bunga mungkin indah, tapi mngkin juga tak indah. tergantung bagaiman kita memandangnya. Seperti itu juga keadaan. Aku masih ingat, dulu setiap pagi aku dan kedua saudaraku (adik yang terakhir belum lahir) setiap pagi hanya sarapn mei instan satu bungkus untuk bertiga ditambah nasi putih. Sangat sederhana. Tidak jarang pula kami hanya sarapan nasi dengan garam. hm hm hm. Betapa sederhana. Betapa indah. Jauh berbeda dengan sekarang. Meskipun sarapan dengan makanan yang lebih layak, aku tidak bisa merasakan kebahagiaan itu. Aku jadi rindu keluargaku. Da sekarang aku memulai lagi untuk merasakanya, merasakan kehadiran mereka disampingku. Agar aku bisa merasakan kemba;i kebahagiaan yang peernah ada. Sungguh aku bersyukur, telah memiliki keluarga yang sangat bahagia. Adikku yang terakhir memiliki sifat yang hampir sama denganku. Malas belajar. hehehe. tapi ia juga mewarisi sifat yang brilian. sekalipuntidak belajar kalau memang minatnya hasilnya bagus. Banyak kesamaan antara aku dan adik terakhirku. Kakakku malah berkebaliakn denganku. Sifatnya yang ulet sangan mengagumkan. Aku sendiri kagum. dari kecerdasan aku yakin lebih unggul, tapi dari segi keuletan aku menyerah. terlebih untuk memecahkan masalah yang pelik, kakakku jago. dari aljabar sampai irisan kerucut (parabola, hiperbola dan bola-bola yang lain). luar biasa. Adikku yang besar juga lain. Ia memiliki keinginan yang keras, kadang sulit untuk dikendalikan. Tapi ia memiliki kelebihan, imajinasinya kuat. Tak heran kalau saat ini ia memilih jurusan Desain Busana. Sungguh luar biasa, luar biasa. aku terlahir dari kombinasi yang sangat pas. Dua sifat yang saling melengkapi. Seorang ayah yang bertanggung jawab. memiliki wibawa dalam mengatur keluarga kami. Kreatifitasnya tidak dipungkiri lagi.Beliau sngat tanggap terhadap perubahan dan lingkungan. Pandangannya yang terbuka membuat aku dan saudaraku merasa nyaman untuk berbagi maupun mengutarakan pendapat. keinginan yang kuat menjadikan beliau tidak mudah menyerah. Sungguh aku bersyukur menjadi putra beliau. Ibuku mewarisi sifat pekerja keras, bahkan ayahkupun mengakui hal itu. keuletan dan semangatnya luar biasa. Ibuku sangat rajin, sifat yang diturunkan kepada kakaku. rasanya tak cukup semua kata untuk melukiskan mereka, tak cukup semua pujian untuk menggambarkan syukurku. Terimakasih ya Allah, telah Kau berikan kepada hambamu ini keluarga yang luar biasa.