Aku terdiam, menatap jauh ke
langit jingga pantai Parangtritis. Masih terngiang kata kata terakhir yang
diucapkannya. Kata kata yang menjadi
dinding pemisah di antara kami. Kata kata yang menyiratkan kekecewaan akan
sebuah penantian.
*********
“Mas,sebenarnya apa yang kamu
rasakan padaku? Perhatian yang selama ini kamu berikan itu apa? Selama Ini, apa
yang sebenarnya kamu mau dari aku mas?”
“Win, aku ga punya maksud buat
kamu merasa ga nyaman. Aku juga ga ingin kamu menyimpan banyak pertanyaan
seperti ini. Aku sayang sama kamu Win, tulus.”
“iya, kalau begitu kenapa mas ga
pernah ngungkapin perasaan mas padaku. Mas hanya ngasih perhatian. Mas buat aku
merasa tenang. Buat aku merasa nyaman saat di samping mas. Mas
hampir selalu ada saat aku butuh dukungan, saat aku butuh masukan. Tapi, kenapa
selama ini mas hanya diam dengan hubungan kita yang ga jelas. Apa mas suka sama
orang lain?”
“No, absolutely not. Aku ga punya
pacar. Kamu tahu sendiri kan, aku sudah lama ga punya pacar.”
“Iya, aku tahu. Tapi kenapa
selama 2 tahun kita berhubungan dekat seperti ini, mas ga pernah minta aku
menjadi pacar ato kekasih mas. Kenapa mas?”
“Win, aku suka sama kamu, hanya
saja saat ini aku sedang ingin mengembangkan diriku sendiri. Mengasah
kemandirianku. Dan aku ga ingin membuat hubungan yang memecah konsentrasiku.”
“Memecah konsentrasi??? Teori apa
itu. Apa karena selama ini aku lebih sering ngrepotin mas dengan sikapku yang
cengeng dalam menghadapi masalah. Ato karena aku selalu bertanya tentang hal
hal yang menyangkut kehidupan pribadi….”
“Winda, kamu bukan gadis cengeng.
Justru di mata aku kamu gadis yang kuat.
Kamu udah banyak mengalami masalah yang ga seharusnya dialami oleh gadis seusia
kamu. Kamu juga sudah mengalami pahitnya hidup dalam keluarga yang ga utuh.
Tapi kamu tetep bertahan. Dan itu salah satu hal yang aku suka dari kamu.”
“Mas, aku lelah. Lelah dengan
semua perhatian yang sampeyan berikan. Lelah denga semua perasaan yang ga ada
kejelasanya.”
.